LEWAT

November 27, 2020

Oleh Romo Alberus Herwanta, O. Carm

Konsekuensi terbesar dari hidup dalam waktu adalah lewat. Sebesar apapun rasa bahagia yang manusia alami di puncak cinta satu sama lain akan berujung pada “kecewa” ketika itu lewat. Sukses duniawi pun demikian. Tiada yang dapat digenggam untuk selamanya.

“Panta rhei,” kata Heraclitus. Semua mengalir. Tidak bisa dihentikan. Itulah “hukum” dari kehidupan ini. Sementara, fana dan lewat.

Apakah itu berarti bahwa hidup ini tanpa mengandung harapan? Kiranya sabda Sang Guru Kehidupan perlu dicermati. “Langit dan bumi akan berlalu, tetapi sabda-Ku tidak akan berlalu” (Luk 21: 33). Dia menegaskan “hukum” kehidupan di atas. Bahwa semua akan lewat. Catatan-Nya, bahwa sabda-Nya tidak akan lewat.

Apakah makna sabda itu? Tentu orang ingin memiliki agar terbebas dari “berlalu”-nya hidup. Pertama, sabda pengharapan. Dia datang ke dunia untuk menunjukkan dan mewujudkan pengharapan itu. Memberi makan orang lapar, menyembuhkan orang sakit, mengusir setan, mengampuni dosa dan membangkitkan orang mati dilakukan sebagai bagian dari pengharapan yang jauh lebih besar daripada semua yang dapat dialami dan kasat mata.

Kedua, sabda cinta kasih. Betapa bahagia orang yang berada dalam kasih-Nya. Sang Rasul Agung menulis, “Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang? Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup … tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita” (Rm. 8: 35.38.39).

Sabda Sang Guru Kehidupan bukan rangkaian kata-kata yang menguap di udara, melainkan membumi dan menemukan realita dalam hidup Sang Rasul Agung. Itulah yang meneguhkan hidup dan perjuangannya hingga bertahan sampai saat kepalanya dipenggal di luar kota Roma pada tahun 67 Masehi.

Kurang lebih dua ribu tahun yang lalu Sang Guru Kehidupan wafat dan bangkit. Namun sabda kasih dan pengharapan-Nya tidak lewat. Masih relevan dan aktual hingga saat ini. Demikian pun kematian Sang Rasul Agung sudah hampir dua millenium. Tetapi yang diajarkan dan diteladankan tetap bermakna dan mengundang rasa kagum.

Mengapa demikian? Karena semua itu bersumber dari Allah; melampaui kata-kata manusia yang paling bijaksana yang pernah dijumpai di dunia. Langit dan bumi akan berlalu, tetapi sabda Tuhan tidak akan berlalu. Mereka yang setia berpegang pada-Nya akan mengalami nasib serupa; tidak akan lewat, tetapi hidup dalam kebakaan.

Malang, 27 November 2020