Renungan Harian – Senin, 16 September 2019

September 16, 2019
renungan harian katolik
16 September, 2019 S. Cornelius dan Siprianus
SENIN (M)
1 Timotius 2:1-8
Mzm 28:2, 7-9
Lukas 7: 1-10
(1) Setelah Yesus selesai berbicara di depan orang banyak, masuklah Ia ke Kapernaum. (2) Di situ ada seorang perwira yang mempunyai seorang hamba, yang sangat dihargainya. Hamba itu sedang sakit keras dan hampir mati. (3) Ketika perwira itu mendengar tentang Yesus, ia menyuruh beberapa orang tua-tua Yahudi kepada-Nya untuk meminta, supaya Ia datang dan menyembuhkan hambanya. (4) Mereka datang kepada Yesus dan dengan sangat mereka meminta pertolongan-Nya, katanya: “Ia layak Engkau tolong, (5) sebab ia mengasihi bangsa kita dan dialah yang menanggung pembangunan rumah ibadat kami.” (6) Lalu Yesus pergi bersama-sama dengan mereka. Ketika Ia tidak jauh lagi dari rumah perwira itu, perwira itu menyuruh sahabat-sahabatnya untuk mengatakan kepada-Nya: “Tuan, janganlah bersusah-susah, sebab aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku; (7) sebab itu aku juga menganggap diriku tidak layak untuk datang kepada-Mu. Tetapi katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh. (8) Sebab aku sendiri seorang bawahan, dan di bawahku ada pula prajurit. Jika aku berkata kepada salah seorang prajurit itu: Pergi!, maka ia pergi, dan kepada seorang lagi: Datang!, maka ia datang, ataupun kepada hambaku: Kerjakanlah ini!, maka ia mengerjakannya.” (9) Setelah Yesus mendengar perkataan itu, Ia heran akan dia, dan sambil berpaling kepada orang banyak yang mengikuti Dia, Ia berkata: “Aku berkata kepadamu, iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai, sekalipun di antara orang Israel!” (10) Dan setelah orang-orang yang disuruh itu kembali ke rumah, didapatinyalah hamba itu telah sehat kembali.
MENDENGARKAN SUARA ALLAH
“Dengarkanlah suara permohonanku, apabila aku berteriak kepada-Mu minta tolong” — Mazmur 28: 2
PUJI TUHAN, kita sebagai warga negara NKRI memiliki bahasa kesatuan, yakni Bahasa Indonesia, meski tetap ada lafal yang berbeda-beda dan ada istilah kata-kata tertentu hanya berlaku untuk suatu suku tertentu pula. Tetapi itu semua malah menambah warna dan kekayaan bahasa kita. Untuk interaksi dan komunikasi kita satu sama lain, sesama warga bangsa, tidak ada masalah.
Beda dengan hal di mana bila kita sesama anak bangsa, tetapi berbeda suku, tiap suku menggunakan bahasa daerahnya sendiri-sendiri. Kalau kita tidak memahami bahasa daerah dengan teman lawan bicara kita, benar-benar kita mendapat kesukaran dalam berkomunikasi dan berinteraksi. Kita membutuhkan perantara atau penterjemah, agar benar-benar kita menangkap dan memahaminya apa yang ia katakan.
Kita bangsa yang ber-Agama. Dan inti atau hakikat Agama adalah Iman akan Tuhan Allah yang menciptaan alam semesta ini dan menciptakan kita-kita ini selaras dengan Gambaran-Nya, yang antara lain sebagai mahkluk yang berkomunikasi dan berinteraksi.
Maka Inti Iman kita adalah relasi pribadi kita dengan Tuhan Sang Pencipta kita itu. Relasi kita buka sekedar relasi, tetapi relasi yang akrab, intim dan mesra dengan Tuhan. Bagi Tuhan Allah yang Maha mengetahui segalanya itu tidak ada masalah dengan bahasa kita yang kita ucapkan. Ia mengenal isi hati dan kehendak kita dengan memahami betul bahasa hati kita, apapun bahasa dan dialek kita.
Tetapi bagaimana kalau kita sendiri yang berkomunikasi dengan Tuhan, dalam memuji, meluhurkan Dia dan memohon bantuan dan pertolongan-Nya kepada-Nya ? Bisa saja kita berseru berulang kali, seperti apa yang kita doakan di atas, “Dengarkanlah suara permohonanku, apabila aku berteriak kepada-Mu minta tolong” (Mzm 28: 2). Jelas Tuhan selalu berkenan mendengarkan doa-doa kita. Tetapi apa Tuhan lalu mengabulkan segala doa-doa kita ? Ya nanti dulu ! Tergantung maksud tujuan doa permohonan kita itu ? Tuhan bisa mengabulkan langsung, bisa menunda dan bisa menolaknya, atau mengganti memberikan sesuatu yang lain yang menurut Tuhan , itu sangat kita butuhkan meski kita kurang menyadarinya.
Dan yang jauh lebih penting lagi, apakah kita mendengarkan ‘Suara Tuhan’ ? Dari sejarah panggilan nabi Samuel, setelah beberapa kali namanya dipanggil, Imam Eli lalu mengatakan kepada Samuel yang sejak kecil ikut dia, “Apabila Ia memanggil engkau, katakanlah, ‘Berbicaralah, Tuhan, sebab hamba-Mu ini mendengar.” (1 Sam 3:9-10). Dalam Perjanjian Baru, sewaktu Yesus dimuliakan , ada suara yang datang dari awan, didengar oleh Petrus, Yohanes dan Yakobus, “Inilah Anakku yang Kupilih, dengarkanlah Dia” (Luk 12: 35).
Untuk mendengarkan ‘suara’ Allah, untuk mendengarkan sabda-sabda Yesus, Utusan Allah, kita perlu iman kepada-Nya. Dan kita juga agar hati dan pikiran kita menyatu. Kita perlu iman dan kita perlu fokus. Dan ini tidak mudah tetapi tidak berarti tidak bisa. Bisa ! Asal kita mau melatih diri untuk fokus dalam berfikir dan hati yang kita usahakan tenang dan damai serta iman yang kuat.
Doa : Bapa, sebagaimana Bapa selalu mendengar doa-doaku demikian pula semoga aku Engkau beri kepekaan telinga hati mendegarkan keluh kesah saudara-saudari-ku yang membutuhkan pertolongan.
Janji : “Aku berkata kepadamu, ‘iman sebesar ini, tidak pernah Aku jumpai, sekalipun di antara orang
Israel” — Lukas 7:9
Pujian: Tantya yang dulunya sukar untuk berdoa apalagi membaca dan memahami firman Than dari Alkitab, setelah berulang kali berlatih mengatur nafas, ia tak lagi kesukaran untuk fokus berdoa.