Renungan Harian – Selasa, 12 Maret 2019

March 12, 2019
renungan harian katolik
12 Maret 2019
SELASA (Ungu)
Yesaya 55:10-11
Selasa (Ungu)
Mzm 34:4-5, 6-7, 16-17, 18-19
Matius 6:7-15
HAL BERDOA
“Lagi pula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaanbangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwadengan banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan”—- Matius 6:7
RAGU DAN TAK PD (percaya diri) seringkali dialami sebagian umat kita, bila diminta untuk ditugasi memimpin doa dalam sebuah kegiatan ibadat. Berbagai alasan dikemukakan agar dapat menolak tugas tersebut, misalnya tidak siap, tidak pantas, tidak mampu, banyak yang lebih baik darinya. Hal ini seringkali jadi bahan candaan, bahwa umat Katolik jika diajak untuk doa spontan, maka akan “spontan diam”. Mereka menjadi orang yang rendah hati, yang mengutamakan orang lain untuk menyampaikan doanya terlebih dahulu. Mengapa hal ini bisa terjadi? Bukankah seringkali kita melihat di dalam gereja sebelum dan sesudah Misa banyak umat Katolik yang berdoa dalam batin mereka secara khusuk sehingga mereka cukup lama tenggelam dalam keheningan doa?
Sesungguhna doa merupakan suatu sarana untuk mendekatkan diri kita kepada Allah Bapa. Doa “Bapa Kami” menjadi doa yang paling indah karena diajarkan Yesus sendiri. Doa yang tidak bertele-tele, yang menghantar kita untuk masuk dalam persatuan dengan Allah, penyembahan, ungkapan syukur, permohonan, pengakuan pengampunan dosa kita (Mat 6:9-15). Dan pastinya sikap penyerahan diri atas doa kita pada kehendak-Nya, seperti yang dilakukan Yesus saat berdoa kepada Bapa-Nya di Getsemani (Mat 26:39).
Banyak cara ketika kita berdoa, baik dengan kata-kata yang diucapkan, atau dinyanyikan, baik dilakukan sendiri ataupun bersama-sama orang lain. Yesus mengajarkan kepada kita jangan memakai banyak kata (bertele-tele). Dan berdoa juga bisa kita lakukan tanpa mengucapkan kata-kata, tetapi langsung keluar dari hati dan batin kita.
Doa merupakan sarana untuk berkomunikasi dengan Allah secara benar dan jujur. Saat kita berdoa, Tuhan pasti mendengarkan kita. Maka saat berdoapun kita harus menyediakan waktu untuk mendengarkan saat Tuhan berbicara kepada kita. Tidak selalu Tuhan mengucapkan kata-kata seperti dalam peristiwa terhadap Samuel di Bait Allah. Seringkali Tuhan menjawab doa kita tanpa kata, tetapi langsung ke dalam hati kita. Maka kita harus menciptakan suasana hening, karena dalam keheningan kita akan mampu menangkap pesan Tuhan. “Dengan bertobat dan tinggal diam kamu akan diselamatkan, dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu” (Yes 30:15).
Maka saat kita mau berdoa, sangat baiklah jika kita mampu menciptakan keheningan, memberikan waktu kita secara utuh dan penuh untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Hanya engkau dan Tuhan, serta iman dan percaya akan kuasa-Nya.
Saat mau berdoa, “masuklah kedalam kamarmu, tutuplah pintu kamarmu” (Mat 6:6), sehingga suara Tuhan dengan jelas terdengar, dan terhindar dari kebisingan dan godaan duniawi. Berdoa secara sungguh, membuat kita dapat menjalin relasi secara pribadi yang dalam dengan Tuhan. (Thony)
Doa: Ya Bapa, mampukanlah kami untuk menerima dan memahami bahwa setiap jawaban atas doa kami selalu selaras dengan kehendak-Mu
Janji: “Tuhan itu dekat kepada orang-orang yang patah hai, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya “ —- Mazmur 34:19.
Pujian: Saat Ignatius Joko divonis sakit kanker hati, ia tetap terlihat tenang. Kami dan teman-teman sekantornya yang mengunjunginya di rumah sakit bertanya bagaimana ia bisa bersikap setenang itu. Ignatius (sekarang sudah almarhum) menjawab bahwa ia tenang karena yakin Tuhan akan menjaga dan menyertainya sampai kepada akhir hayat. Ignatius, kami percaya Tuhan telah menjaga dan menyertaimu di keabadian.