PENGHAYATAN IMAN

July 19, 2021


Previlese atau hak istimewa kerap membuat orang merasa nyaman dan sulit percaya. Lebih buruk lagi, status itu kerap membuat mereka buta dan keras kepala. Berbangga dengan hal-hal lahiriah belaka.

Khalayak yang mendengarkan ajaran dan menyaksikan perbuatan Sang Guru Kehidupan menjadi percaya kepada-Nya. Mereka itu orang-orang biasa; bahkan ada yang dianggap orang “kafir” menurut ukuran orang Yahudi waktu itu.

Sebaliknya, beberapa ahli Taurat dan orang Farisi masih menuntut tanda untuk bisa percaya. Mereka tentu tahu siapa itu nabi Yunus dan ratu dari Selatan (Mat 12: 42). Orang Ninive percaya akan warta pertobatan Yunus dan selamat (Mat 12: 41). Sedang ratu itu datang untuk mendengarkan hikmat Salomo. Meski mengerti, ahli Taurat dan orang Farisi tidak mau percaya kepada yang lebih besar daripada Yunus dan Salomo (Mat 12: 42). Karena itu mereka disebut jahat dan tidak setia (Mat 12: 39).

Merasa memiliki hak dan status istimewa dalam agama justru membuat orang sulit percaya kepada utusan Tuhan. Mereka mengira bahwa previlese itulah yang akan menyelamatkannya. Keyakinan itu keliru, karena yang menyelamatkan manusia adalah iman yang diwujudkan dalam tindakan nyata (Yak 2: 17).

Hingga kini masih ada arogansi semacam itu di kalangan orang beragama. Merasa sudah memenuhi aturan agama berarti pasti selamat. Lama dibaptis tanpa setia mendengarkan Tuhan dan melaksanakan ajaran-Nya, tetapi yakin bakal selamat. Previlese dan hak istimewa justru membuat orang sulit diselamatkan. Mengapa? Karena tidak disertai dengan penghayatan iman.

Senin, 19 Juli 2021
RP Albertus Herwanta, O. Carm.