PENGAMPUNAN YANG TIADA BATASNYA

August 12, 2021

KAMIS 12 Agust 2021. PEKAN BIASA XIX Bacaan:Yos.3:7-10a.11.13-17;Mzm.114:1-6;Matius. 18:21-19:1.

Mat 18:21-22, menulis. “Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: “Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?” Yesus berkata kepadanya: “Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.”

Injil Perikop hari ini juga berbicara tentang hukum, secara khusus hukum yang mengatur tentang berapa kali seseorang harus memberi pengampunan. Dalam hal ini yang dibicarakan adalah hukum taurat. Bagi orang Yahudi, menjalankan dan metaati hukum taurat sampai sedetail-detailnya adalah keutamaan yang harus diperjuangkan sampai mati. Berkaitan dengan mengampuni, lebih tepatnya memaafkan, apa yang ditanyakan Petrus menjadi gambaran bagaimana seorang Yahudi menjalankan hukum taurat dengan tepat, sampai maksimal. Mengampuni sampai tujuh kali adalah ketentuan yang tertulis dalam taurat. Itu batas hukum yang ditentukan, jika lebih dari itu maka seseorang boleh bertindak apa saja terhadap orang yang bersalah. Namun Petrus mempunyai kegelisahan bagaimana jika yang berbuat salah lebih dari itu, apakah tetap berlaku hukum yang ada?

Berkaitan dengan mengampuni, Yesus memberikan patokan yang jauh lebih mendalam dari taurat, yakni pengampunan yang tiada batasnya. Yesus mengajak Petrus, para murid dan kita semua untuk mempunyai kasih yang tak terbatas pada setiap orang. Orang bersalah itu tidak ada batasnya, maka kasih pun juga tidak mengenal batas. Jika kita bertindak hanya atas dasar hukum, kita bukanlah yang mengendalikan hukum itu, tetapi justru kita yang dikendalikan hukum. Sementara hukum tidak bertujuan untuk membebaskan, namun mengikat.

Raja yang membebaskan hamba yang berhutang padanya bertindak melampaui hukum. Secara hukum ia mempunyai hal untuk memasukkan hambanya yang berhutang kedalam penjara. Namun karena kasih, raja itu membebaskan tuntutan hukum itu. Orang yang mendapat kasih itu juga dituntut untuk memberikan kasih kepada sesamanya. Namun tidak demikian yang terjadi. Para akhirnya, Raja itu menggunakan kekuasaan hukum untuk hambanya yang tidak mengenal kasih.

Kasih yang tidak kenal henti kiranya menjadi inti dari hukum pengampunan. Ukuran kasih yang tulus adalah ketika kita mampu memberi pengampunan kepada orang yang bersalah tak kenal berapa kali.

Apakah sulit? Pasti akan sulit. Tetapi itulah panggilan kita sebagai orang Kristiani. Kita diajak untuk bertindak mengatasi hukum jika itu berkaitan dengan perkara mengasihi. Kristus telah memberi pengampunan dan penebusan yang tak terbatas bagi kita. Kita pun dipanggil untuk berbuat yang sama kepada sesama kita.

Marilah Berdoa : Ya Tuhan, ampunilah kami orang berdosa. Bantulah kami untuk senantiasa menyadari kekurangan dan kelemahan kami. Ajarilah kami untuk berani mengakui kesalahan kami terhadap sesama. Semoga kami semakin mampu membawa kasih dan pengampunan bagi orang-orang yg ada di sekitar kami. Amin.
Met Hari Kamis