SHOW dalam PERSEMBAHAN

November 23, 2020

Oleh Romo Albertus Herwanta, O. Carm

Hampir semua agama yang mengimani Allah mengajarkan tentang persembahan kepada-Nya. Persembahan itu menjadi ungkapan syukur atas karunia yang Allah berikan kepada manusia. Jadi, sumber persembahan itu sebenarnya Allah.

Dalam praktiknya persembahan itu bisa dibelokkan makna dan fungsinya. Ada yang mempersembahkannya sebagai pertunjukan diri. “Show.” Orang-orang kaya yang memasukkan uang ke dalam peti  persembahan dari tembaga di Bait Suci Yerusalem secara sengaja memasukkan koin-koin dalam jumlah banyak sehingga mengeluarkan suara yang menarik perhatian khalayak (Luk 21: 1).  “Show.”

Pertunjukan itu dilakukan untuk dua tujuan egoistik. Pertama, menunjukkan bahwa mereka adalah orang kaya yang bisa memberikan jumlah yang banyak. Kedua, sebagai orang kaya mereka mau memperlihatkan bahwa mereka dikasihi Allah. Maklum, agama Yahudi mengajarkan bahwa tandanya orang dicintai Tuhan itu  hidupnya sejahtera: sehat badannya dan kaya akan harta.

Sedangkan janda miskin, yang juga memberi persembahan, hanya memasukkan dua peser ke dalam peti persembahan (Luk 21: 2).  Bukan hanya tidak menghasilkan suara gemerincing,  tetapi mungkin diberikan secara sembunyi-sembunyi. Tanpa “show.”

Sang Guru Kehidupan yang menyaksikan adegan itu bersabda, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak daripada semua orang itu. Sebab mereka semua memberikan persembahannya dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberikan dari kekurangannya, bahkan ia memberikan seluruh nafkahnya” (Luk 21: 3-4).

Sabda itu memberikan pesan mendalam. Pertama, persembahan manusia kepada Allah tidak diukur dari jumlahnya. Bukankah semua milik Allah dan persembahan itu hanya mengembalikan sebagian dari jumlah sangat banyak yang manusia terima dari Allah? Kedua, persembahan itu bukan pertama-tama pemberian dalam bentuk barang, melainkan diri dan hati seseorang. Persembahan itu wujud iman seseorang akan Allah. Karenanya, janda yang memberikan dua peser (seluruh nafkahnya) justru dipuji.

Dengan memberikan seluruh nafkahnya dia menunjukkan iman akan Allah yang sanggup menjamin hidupnya. Bukankah janda di kalangan Yahudi adalah orang yang lemah dan tanpa perlindungan (suami)? Karena itu, mereka ini menaruh harapannya hanya kepada Allah.

Persembahan dalam rumah ibadah atau pun sedekah bisa menjadi sarana untuk “show” alias pertunjukan. Pertama, “show” egoistik dan karenanya tidak berkenan kepada Allah. Kedua, “show” iman yang berarti orang memercayakan seluruh dirinya kepada Allah.

Malang, 23  November 2020