Renungan Harian – Selasa, 20 Agustus 2019

August 20, 2019
renungan harian katolik
20 Agustus, 2019 S. Bernardus
SELASA (P)
Hakim 6: 11-24a
Mazmur 85: 9, 11-14
Matius 19: 23-30
(23) Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sukar sekali bagi seorang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga. (24) Sekali lagi Aku berkata kepadamu, lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah.” (25) Ketika murid-murid mendengar itu, sangat gemparlah mereka dan berkata: “Jika demikian, siapakah yang dapat diselamatkan?” (26) Yesus memandang mereka dan berkata: “Bagi manusia hal ini tidak mungkin, tetapi bagi Allah segala sesuatu mungkin.” (27) Lalu Petrus menjawab dan berkata kepada Yesus: “Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau; jadi apakah yang akan kami peroleh?” (28) Kata Yesus kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pada waktu penciptaan kembali, apabila Anak Manusia bersemayam di takhta kemuliaan-Nya, kamu, yang telah mengikut Aku, akan duduk juga di atas dua belas takhta untuk menghakimi kedua belas suku Israel. (29) Dan setiap orang yang karena nama-Ku meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, bapa atau ibunya, anak-anak atau ladangnya, akan menerima kembali seratus kali lipat dan akan memperoleh hidup yang kekal. (30) Tetapi banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir, dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu.”
KEKAYAAN PENGHALANG ORANG MASUK SURGA ?
“Sesungguhnya sukar sekali bagi seorang yang kaya untuk masukke dalam Kerajaan Surga” — Matius 19: 24
AYAT TERKUTIP di atas dilatar-belakangi oleh pertanyaan sebelumnya dari seorang pemuda kaya yang bertanya, macam perbuatanapa yang ia harus lakukan agar dapat memperoleh hidup yang kekal? (Mat 19: 16). Yesus menjawab bahwa tahap pertama sayaratnya ialah ‘menuruti semua perintah Allah’ (dalam bahasa kita ‘Kesepuluh Perintah Allah’). Dan dari jawaban pemuda kaya itu, ia lulus.
Tahap kedua, karena lulus pemuda itu ‘apa yang ‘masih kurang’ ? Jawab Yesus , ‘pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah kepada orang-orang miskin!”. Mendengar itu pemuda kaya itu ‘pergi dengan sedih , sebab banyak hartanya’. Dengan pergi, dia tidak luluspada tahap kedua.
Dengan peristiwa itu Yesus menyampaikan pesannya kepada para murid-Nya dan kepada kita semua, seperti terkutip dalam ayat awal renungan ini.
o Kita ingat sabda-Nya, “Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada mammon’ (Mat 6: 24; Luk 16:13);
o Kita tidak boleh kuatir dalam kebutuhan materi.Yesus menegaskan.”Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, , maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu” (Mat 6:34);
o “Berbahagialah mereka yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Allah” (Mat 5: 3);
o Yesus mengomentari tentang orang-orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan dan seorang janda miskin hanyamemasukkan dua peser , Yesus menegaskan kepada para murid-Nya, “janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang…., sebab mereka memberi dari kelimpahannya, sedang janda memberi dari kekuarangannya, semua yang ada padanya” (Mrk 12: 44).
Sebenarnya, harta kekayaan itu ‘netral’. Tergantung kepada kita. Kita bisa menjadi ‘tuan’ atas harta itu, atau kita mau ‘budak’-nya harta kekayaan ? S. Ignatius dari Loyala menasehati kita lewat buku Latihan Rohani, agar kita menggunakan harta kekayaan, anugerah Tuhan itu sejauh itu membantu kita dalammengabdi dan memuliakan Tuhan. Hartaharus kita kesampingkan kalau itu menghalang-halangi kita dalam mengabdi Tuhan dan dalam melayani-Nya.
Menjual harta kekayaan dan dibagi-bagi kepada kaum miskin atau mengesampingkannya kalau itu menghalangi kita dalam mengabdi-Nya, itu semua mungkin dan dapat kita lakukan. “Bagi manusia hal ini tidak mungkin, tetapi bagi Allah segala sesuatu mungkin” (Mat 19: 26). Maka perlu kita mohon bantuan-Nya !
Doa : Ya Yesus, ajarilah aku benar-benar bisa dan mampu ber-diskresi
dalam hal mengabdi Engkau !
Janji : “Bukankah Aku menyertai engkau” — Hakim 6: 14
Pujian: Santu Benediktus (480-567), bapa pendiri hidup bertapa dalam Gereja. Ia menulis peraturan pertama bagi hidup bertapa, yang dipakai dalam pertapaan-pertapaan lainnya.