Renungan Harian – Selasa, 18 Agustus 2020

August 18, 2020
renungan harian katolik
SELASA
(Hijau)
18 AGUSTUS
Yeheskiel 28:1-10
MT Ul 32:26-28.30.35c-36d
Matius 19:23-30
23 Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sukar sekali bagi seorang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga. 24 Sekali lagi Aku berkata kepadamu, lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah.” 25 Ketika murid-murid mendengar itu, sangat gemparlah mereka dan berkata: “Jika demikian, siapakah yang dapat diselamatkan?” 26 Yesus memandang mereka dan berkata: “Bagi manusia hal ini tidak mungkin, tetapi bagi Allah segala sesuatu mungkin.” 27 Lalu Petrus menjawab dan berkata kepada Yesus: “Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau; jadi apakah yang akan kami peroleh?” 28 Kata Yesus kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pada waktu penciptaan kembali, apabila Anak Manusia bersemayam di takhta kemuliaan-Nya, kamu, yang telah mengikut Aku, akan duduk juga di atas dua belas takhta untuk menghakimi kedua belas suku Israel. 29 Dan setiap orang yang karena nama-Ku meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, bapa atau ibunya, anak-anak atau ladangnya, akan menerima kembali seratus kali lipat dan akan memperoleh hidup yang kekal. 30 Tetapi banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir, dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu.”
UNTA ATAU TALI DADUNG?
“Sekali lagi Aku berkata kepadamu, lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah.” Matius 19: 24.
SEBAGIAN BESAR para murid Yesus adalah nelayan. Budaya dan alam pikir mereka lebih banyak terkait dengan ‘dunia’ danau, perahu, jala, dan ikan. Misalnya, mereka paham betul, setelah perahu selesai dipakai, ia harus ditambatkan ke pantai dengan tali dadung, atau tali besar. Dalam Bahasa Aram tali itu disebut ‘gmla’, atau dalam Bahasa Yunani: “kamilos”. Dalam idiom Aram, ‘gmla’ juga memiliki arti lain, yaitu unta, atau Yunaninya: “kamêlos”. Konon, tali dadung yang bagus dan kuat, biasanya dibuat dari bulu-bulu unta. Makna ganda ‘gmla’ itu mendorong St. Sirilus dari Alexandria (376-444) menulis: “Yang dimaksud dengan ‘gmla’ , bukanlah unta, tetapi tali besar yang dipakai para pelaut untuk mengikat jangkar”.
Selain tali dadung, para murid juga mengenal jarum, yang digunakan untuk menjahit jala robek. Jarum yang dipakai para nelayan Galilea, adalah jarum yang dibuat dari ranting pohon tarbantin (Lat. Quercus calliprinos) yang kuat (2 Sam 18:9; Yes 2:13; Za 11:2).
Dengan imajinasi semacam itu—compositio loci, kata St. Ignatius dalam Latihan Rohani, mungkin sabda Yesus mengenai ‘susah payahnya orang yang penuh berkelimpahnya harta itu’ untuk masuk Surga itu, bisa lebih dimengerti. Mereka itu sangat sulit, dan bahkan hampir tidak mungkin, masuk ke dalam Kerajaan Surga, selama seluruh identitas hidup mereka tertimbun dan tenggelam dalam harta yang ‘plus-plus’ .
Satu-satunya jalan agar bisa masuk ke dalam ‘lobang jarum Kerajaan Allah’ itu, adalah mengurai ‘gmla’, tali dadung kelimpahan harta mereka, menjadi benang-benang tipis, fitrah atau kodrat asali kita. Mereka harus mengurai dan membuang semua ‘timbunan kelekatan duniawi yang tak teratur’, seperti, kelekatan kepemilikan materi pada si orang muda (Mat. 19:21), ketamakan orang kaya yang bodoh (Luk. 12,13 dst), atau kehausan akan kuasa si Herodes (Mrk. 6,17 dst).
Yesus, mengatakan, manusia tidak mungkin mengurai, membuang, kelekatan tersebut, tanpa bantuan rahmat dari Allah (Mat. 19:26). Di sinilah dibutuhkan sebuah kerendahan hati yang mendalam, untuk kembali ke fitrah hidup kita, yaitu bahwa Allah itu adalah satu-satunya Sumber Hidup kita. (WIT).
DOA : “Ya Tuhan, berilah kami kerendahan hati Berani serahkan diri dalam Rencana-Mu, tanpa nuntut pahala atas apa yang sudah kami perbuat.”.
JANJI : “Sebab TUHAN akan memberi keadilan kepada umat-Nya, dan akan merasa sayang kepada hamba-hamba-Nya; apabila dilihat-Nya, bahwa kekuatan mereka sudah lenyap”. – Ul 32:36.
PUJIAN: “Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di Surga, kemudian datanglah ke mari, dan ikutlah Aku” (Mat 19:21). St. Antonius Abbas (251-356), -pestanya tgl 17 Januari- mendengarkan sabda Yesus yang ditujukan pada orang kaya, merasa, itu untuk dirinya. Ia memberikan tanah warisan orangtua kepada penduduk desa, menjual semua barang-bergerak lainnya. Uang hasil penjualan diberikannya kepada kaum miskin. Ia hanya sisakan sedikit untuk hidup adik perempuan-nya. Ia lalu pergi ke gurun, dan hidup sebagai pertapa sampai akhir hayatnya. Di kemudian hari, Antonius disebut sebagai “Bapa Para Pertapa”.