Renungan Harian – Rabu, 19 Agustus 2020

August 19, 2020
renungan harian katolik
RABU
(Putih)
19 AGUSTUS
St. Yohanes Eudes
Yeheskiel 34:1-11
Mazmur 23:1-3a. 3b-4. 5. 6
Matius 20: 1-16a
1 “Adapun hal Kerajaan Sorga sama seperti seorang tuan rumah yang pagi-pagi benar keluar mencari pekerja-pekerja untuk kebun anggurnya. 2 Setelah ia sepakat dengan pekerja-pekerja itu mengenai upah sedinar sehari, ia menyuruh mereka ke kebun anggurnya. 3 Kira-kira pukul sembilan pagi ia keluar pula dan dilihatnya ada lagi orang-orang lain menganggur di pasar. 4 Katanya kepada mereka: Pergi jugalah kamu ke kebun anggurku dan apa yang pantas akan kuberikan kepadamu. Dan mereka pun pergi. 5 Kira-kira pukul dua belas dan pukul tiga petang ia keluar pula dan melakukan sama seperti tadi. 6 Kira-kira pukul lima petang ia keluar lagi dan mendapati orang-orang lain pula, lalu katanya kepada mereka: Mengapa kamu menganggur saja di sini sepanjang hari? 7 Kata mereka kepadanya: Karena tidak ada orang mengupah kami. Katanya kepada mereka: Pergi jugalah kamu ke kebun anggurku. 8 Ketika hari malam tuan itu berkata kepada mandurnya: Panggillah pekerja-pekerja itu dan bayarkan upah mereka, mulai dengan mereka yang masuk terakhir hingga mereka yang masuk terdahulu. 9 Maka datanglah mereka yang mulai bekerja kira-kira pukul lima dan mereka menerima masing-masing satu dinar. 10 Kemudian datanglah mereka yang masuk terdahulu, sangkanya akan mendapat lebih banyak, tetapi mereka pun menerima masing-masing satu dinar juga. 11 Ketika mereka menerimanya, mereka bersungut-sungut kepada tuan itu, 12 katanya: Mereka yang masuk terakhir ini hanya bekerja satu jam dan engkau menyamakan mereka dengan kami yang sehari suntuk bekerja berat dan menanggung panas terik matahari. 13 Tetapi tuan itu menjawab seorang dari mereka: Saudara, aku tidak berlaku tidak adil terhadap engkau. Bukankah kita telah sepakat sedinar sehari? 14Ambillah bagianmu dan pergilah; aku mau memberikan kepada orang yang masuk terakhir ini sama seperti kepadamu. 15 Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati? 16 Demikianlah orang yang terakhir akan menjadi yang terdahulu dan yang terdahulu akan menjadi yang terakhir.”
RANCANGAN ALLAH – BUKAN RANCANGAN KITA
“ Rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, … demikianlah firman Tuhan. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu, dan rancangan-Ku dari rancanganmu” — Yes 55: 8-9.
SAAT SAMUEL mau mengurapi salah satu anak Isai untuk dipilih Yahwe sebagai pengganti Saul, ( 1 Sam 16:1-13), pikirannya tentu terpaku pada sosok Saul yang tampan dan tinggi besar (1 Sam. 9:20). Ketika ketujuh anak Isai dihadapkan kepadanya, Samuel berpikir, inilah yang dikehendaki Yahwe untuk diurapi. Tetapi Tuhan bersabda: “Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah, manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati” (1 Sam 16:7). Singkat cerita, Daud, anak ke-8 dari Isai (‘di luar angka tujuh, lambang kesempurnaan’), seorang gembala dan bukan prajurit perang, yang dipilih Yahwe.
Pemikiran tentang ‘kesempurnaan manusiawi’ ini juga terdapat pada benak para pekerja dalam perumpamaan hari ini. Ada lima kelompok pekerja, yang bekerja mulai subuh, pukul 09.00, pukul 12.00, pukul 15.00, dan pukul 17.00. Kepada masing-masing kelompok, secara pribadi pemilik kebun anggur menyepakati untuk memberi satu dinar, upah harian zaman itu, (bila dirupiahkan, senilai upah harian DKI ‘20, mencapai Rp. 170.000,-).
Waktu itu semua bekerja, tampaknya ok. Tetapi, waktu sekitar pk. 18.00, sang pemilik memberikan upah sedinar kepada mereka “yang masuk terakhir (pk. 17.00), hingga mereka yang masuk terdahulu (pk 9.00) ”, mereka yang sudah bekerja lebih awal—sejak subuh–, bersungut -sungut. Kata mereka: “Mereka yang masuk terakhir ini hanya bekerja satu jam, dan engkau menyamakan mereka dengan kami, yang sehari suntuk bekerja berat dan menanggung panas terik matahari” . Sungut-sungut itupun dijawab oleh pemilik kebun: “Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati?” .
Dalam kehidupan, Allah Bapa telah memberikan anugerah kasih-Nya kepada kita masing-masing seturut kehendak dan rencana Kerahiman-Nya kepada kita masing-masing. Anugerah kasih-Nya yang terbesar adalah bahwa “Dia telah mengaruniakan Putra-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh 3:16). Untuk anugerah itu, kita hanya perlu bersyukur, artinya ‘hanya memusatkan diri pada Allah belaka’, Sang Sumber keselamatan !
Dalam kehidupan konkret, godaan terbesar, tak tersadari,–adalah distraction atau pelanturan. Karena tidak fokus pada Allah, Sang Pemilik Kebun Anggur, kita mudah terpancing untuk melantur dan melihat ‘ke kebun sebelah’. Inilah awal sunggut-sunggut kita kepada Allah, awal memperbandingkan anugerah-anugerah Ilahi, dan inilah pula awal jalan menuju dosa. Godaan Setan kepada manusia pertama adalah mengajak mereka untuk membandingkan diri dengan Allah. (WIT)
DOA : “Ya Bapa , bersama Daud,pemazmur, aku berdoa: “Selidikilah aku ya Allah, dan kenalilah hatiku, ujilah aku dan kenalilah pikiran-pikiranku. Bila Engkau melihat jalanku serong, tuntunlah aku di jalan yang kekal” (Mzm. 139:23-24)
JANJI : “Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku; dan aku akan diam dalam rumah Tuhan sepanjang masa”. — Mazmur 23:6.
PUJIAN: St. Yohanes Eudes (1601-1680) pendiri Serikat Suster “Santa Perawan Maria dari Karitas”. Salah satu cabangnya adalah “Kongregasi Putri Bunda Pengasih Gembala Baik”. Sumber kuat motivasi religiositas mereka berasal dari pengalaman dicintai Allah. Pelayanan utama mereka: ‘mendampingi/ membantu kaum perempuan dan anak-anak, yang dalam hidup mereka, terluka/terpinggirkan’. Contoh: “Crisis Intervention Bethania ” Di situ perempuan, yang bermasalah dalam relasi suami-isteri, dengan orangtuanya, ditampung dan didampingi.