Renungan Harian – Jumat, 13 September 2019

September 13, 2019
renungan harian katolik
13 September 2019 St. Yohanes Krisostomus
JUM’AT (Putih)
1 Timotius 1:1-2,12-14
Mazmur 16:1,2a,5,7-8,11
Lukas 6:39-42
(39) Yesus mengatakan pula suatu perumpamaan kepada mereka: “Dapatkah orang buta menuntun orang buta? Bukankah keduanya akan jatuh ke dalam lobang? (40) Seorang murid tidak lebih dari pada gurunya, tetapi barangsiapa yang telah tamat pelajarannya akan sama dengan gurunya. (41) Mengapakah engkau melihat selumbar di dalam mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu sendiri tidak engkau ketahui? (42) Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Saudara, biarlah aku mengeluarkan selumbar yang ada di dalam matamu, padahal balok yang di dalam matamu tidak engkau lihat? Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu.”
MEMBERIKAN KESEMPATAN YANG KEDUA
“Mengapakah engkau melihat selumbar di dalam mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu sendiri tidak engkau ketahui?”
—-Lukas 6:41
PADA WAKTU waktu berbincang-bincang denganseorang mantan pecandu narkoba, terungkap bahwa salah satu hal terberat ketika ia mau berubah untuk tidak terlibat lagi dengan narkoba adalah cara pandang orang di sekelilingnya. Cara pandang yang selalu memberi ‘cap permanen’ bahwa ia adalah seorang narkoba, yang harus dijauhi karena memberi efek yang buruk, seorang yang menjijikan dan tidak mempunyai masa depan yang cerah. Hal ini yang sangat membuatnya terpukul dan selalu membuatnya merasa minder.
Apalagi setelah ia sembuh dari kecanduannya ini, ia tidak bisa pindah kota karena keadaan finansial yang tidak mendukung dia untuk keluar kota. Jadi ia harus menanggung tatapan mata sinis, tatapan mata ketakutan terhadapnya dari seseorang di sekelilingnya.
Injil hari ini mengajak kita untuk memperkencang rem diri kita dalam memberi penilaian kepada orang lain. Jangan sampai kita gemar bergosip tentang keburukan orang lain. Penghakiman dan gosip negatif yang tersebar akan memberikan efek negatif kepada orang yang dihakimi. Ketika ia berubah menjadi lebih baik, orang lain tidak mengikuti perubahan yang terjadi dalam proses perubahan diri seseorang. Karena masa lalu seseorang tidak menentukan masa depannya.
Andai setiap pribadi mengambil waktu sejenak untuk merenungkan: Apakah diri saya sudah sempurna? Apakah saya tidak berdosa? Apakah saya selalu benar? Secara jujur jawabannya adalah: kita semua tidak sempurna. Kita semua orang berdosa. Kita semua pernah melakukan kesalahan. Lalu apakah yang tidak sempurna ini masih pantas untuk menghakimi sesamanya?
Mari kita memohon hikmat dan kebijaksanaan dari Tuhan Yesus Kristus, agar kita tidak menjadi pribadi yang gemar menghakimi orang lain atau gemar melihat kesalahan orang lain, tetapi menjadi seorang pribadi yang memiliki sikap hati yang lemah lembut. (LS)
Doa: Bapa yang Maha Bijaksana, kami memohon hikmat dan kebijaksanaan yang berasal dari-Mu, sehingga kami tidak mudah jatuh ke dalam dosa menghakimi sesama kami, ataupun membicarakan keburukan-keburukan orang lain.
Janji: “Malah kasih karunia Tuhan kita itu telah dikaruniakan dengan limpahnya kepadaku dengan iman dan kasih dalam Kristus Yesus.” —-1 Timotius1:14
Pujian: Untuk setiap Ibu yang selalu mengampuni anak-anaknya tanpa pernah menghitung kesalahan mereka. Kalian adalah hati yang penuh damai sejahtera Tuhan. Terima kasih untuk setiap Ibu.