Pikiran Arif: Pakaian Terindah yang Pancarkan Kemuliaan Allah

July 24, 2020

Oleh Romo Felix Supranto, SS.CC

Pikiran yang berkenan kepada Allah adalah pikiran yang arif. Pikiran yang arif akan membawa pengaruh yang baik dalam berelasi dengan sesama di sekitar kita.  Pikiran yang arif  adalah pikiran yang senantiasa ingin menjadikan hidup ini berkat bagi orang lain.

Pikiran yang arif itu bukan datang sendiri, tetapi direncanakan setiap hari. Sebelum kita memulai hari kita, kita berpikir bagaimana seluruh hari dapat menjadi berkat bagi orang-orang yang kita temui.  Kita merencanakan bahwa hari ini kita  akan bersikap ramah dan memuji orang-orang yang kita jumpai.  Pikiran ini adalah pikiran yang arif  karena mereka yang kita jumpai mungkin sedang bergumul dengan hidupnya. Keramahan dan pujian  kita pasti dapat membangkitkan semangat  mereka karena hal itu membuat mereka  menyadari bahwa banyak keindahan dan kekuatan dalam diri mereka untuk memenangkan pergumulannya.

Di masa pandemi virus corona ini, setiap hari saya mulai kembali menelepon umat untuk mengucapkan selamat ulang tahun kelahiran atau ulang  tahun pernikahan bagi yang merayakannya. Ucapan sederhana ini ternyata  memberikan kebahagiaan yang tak terhingga  bagi umat yang menerimanya. Kebanyakan dari mereka akan mengucapkan kata “terimakasih” dengan terbata-bata karena perasaan haru yang tak mampu diungkapkannya.  Perhatian kecil ini sangat berarti di tengah kesulitan hidup  akibat hantaman pandemi.

Untuk dapat menjadi berkat bagi sesama, pikiran kita hendaknya yakin bahwa setiap perjumpaan  adalah kesempatan untuk menghadirkan Allah bagi orang lain. Takwa, senyuman, keramahan, dan kebajikan adalah pakaian terindah yang kita kenakan karena memancarkan kemuliaan Allah. Dalam Alkitab, pakaian yang terindah itu bisa disebut buah Roh: Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu” (Galatia 5 : 22 – 23).

Allah pasti memberikan jalan bagi kita untuk dapat menjadi berkat bagi sesama kita. Yang perlu kita sadari adalah ketika hal-hal yang baik masuk dalam pikiran kita, kita hendaknya menyimpannya dengan baik  dan segera mewujudkannya. Ketika hal-hal yang buruk datang ke dalam pikiran kita, kita hendaknya segera menolaknya. Kita juga perlu memerhatikah hal berikut ini, yaitu ketika  kita berpikir untuk menjadi berkat bagi orang lain, hal-hal yang buruk  pasti akan mengikutinya. Hal-hal yang buruk itu berasal dari iblis yang ingin menghentikan kita untuk melakukan kebajikan. Karena itu, tugas kita adalah  memiliki komitmen untuk senantiasa memilih kebaikan dan terus-menerus menolak pengaruh iblis sebagaimana telah difirmankan Allah: “Aku memanggil langit dan bumi menjadi saksi terhadap kamu pada hari ini: kepadamu kuperhadapkan kehidupan dan kematian, berkat dan kutuk. Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu” (Ulangan 30 : 19).

Menjadi berkat harus terus-menerus dilatih dengan senantiasa memenuhi pikiran kita dengan pikiran yang arif. Ada pepatah   yang mengatakan bahwa kebajikan adalah bahasa yang dapat didengar oleh orang tuli dan dapat dilihat oleh orang buta. Pepatah itu dapat dinyatakan dengan membiasakan diri berkata kepada orang lain “Silahkan   dan terima kasih” sebagai sebuah appresiasi/penghargaan kepada mereka. Kebajikan juga bisa diwujudkan dengan membiasakan untuk merapikan meja dan membereskan cangkir-cangkir kopi daripada  meninggalkannya berantakan setelah bertemu bersama. Pikiran yang arif akan menebarkan berkat yang semakin hari akan semakin luas.

Sebagai kesimpulan dalam permenungan ini: Pikiran yang arif  adalah pikiran yang senantiasa kita isi dengan kehendak untuk terus-menerus  menjadi berkat bagi sesama tanpa memedulikan  komentar-komentar iri hati atas kebajikan yang kita lakukan.  Orang yang iri hati itu sebenarnya sedang terluka dengan setiap kabaikan yang diperbuat oleh orang lain. Karena itu, kita perlu mohon kesembuhan ilahi baginya.

Salam arif dan Tuhan memberkati!