KAYA

October 10, 2021

Pater Kimy Ndelo, CSsR

Seorang Pastor Paroki mengadakan malam dana untuk rehab gereja. Gereja sudah tua dan rusak parah. Pada saat acara Pastor menjelaskan bahwa paroki membutuhkan dana cepat untuk memperbaiki atap dan menambal dinding gereja yang sudah keropos. Dia mengajak umat untuk menyumbang semampunya.

Setelah beberapa saat, Murphy, seorang paling kaya di paroki itu berdiri dan mengatakan, ” Saya menyumbang 50 dollar”. Baru saja dia duduk kembali, plafon gereja jatuh tepat di atas kepalanya, dan menghantam dia sampai terbanting di lantai. Dia bangun cepat dan berteriak, “Maksud saya 500 dollar”. Semua kaget, lalu diam, hening, tanpa suara”. Tiba-tiba dari arah belakang terdengar suara, “Oh Tuhan, hantam dia sekali lagi!”. Berharap orang kaya itu menaikkan lagi sumbangannya senilai 5.000 dollar.

Yesus mengatakan: “Alangkah sukarnya bagi orang yang beruang masuk ke dalam Kerajaan Allah” (Mar 10:23).

Apakah Yesus membenci orang kaya? Jawabannya, tidak. Zakheus, Nikodemus, Yosef dari Arimatea dan beberapa janda kaya adalah sahabat Yesus. Apakah Yesus membenci uang? Juga tidak. Yesus mempunyai murid bagian keuangan: Yudas Iskariot.

Bukan orang, bukan kekayaan dan bukan uang yang membuat orang sulit masuk surga. Yang menjadi soal adalah sikap orang terhadap uang dan harta kekayaan.

Kekayaan membuat orang hidup dalam rasa aman yang palsu; bahwa segala sesuatu bisa dibeli dengan kekayaannya, bisa membeli kebahagiaan, bisa menolak penderitaan. Kekayaan bisa membuat orang hanya memikirkan dunia ini dan lupa bahwa ada hidup surgawi yang jauh lebih penting. Kekayaan bisa menciptakan berhala dan orang menyembahnya lalu mengabaikan Allah, sumber segala berkat.

Kitab Suci tidak mengatakan bahwa uang adalah akar segala kejahatan. Paulus merumuskan dengan sangat jelas: “Akar segala kejahatan ialah cinta uang“. (1 Tim 6:10).

Ini adalah soal sikap dan prioritas. Ketika orang menempatkan prioritas yang keliru dalam hidupnya, saat itulah dia mengalami kesulitan. Prioritas perhatian kita dengan segala berkat yang dimiliki adalah orang, bukan barang.

Orang yang menempatkan diri dalam kekuasaan barang atau harta dengan sendirinya memberi batas antara dirinya dengan Allah. Ada tembok yang menghalangi orang sampai kepada Allah. Walaupun dia sesungguhnya bukan orang jahat, bahkan mengamalkan hidup beriman secara baik, tetap saja ada yang kurang menurut Yesus. Dia tidak sempurna untuk layak masuk Kerajaan Allah. “Dimana hartamu berada, di situ hatimu juga berada” (Mat 6:21).

Kesempurnaan yang membuka pintu surga bagi orang beriman dicapai dengan cara berbagi atau beramal. Setiap orang pasti mempunyai sesuatu untuk berbagi. Tak ada orang yang sedemikian miskinnya sehingga tak mempunyai apa pun untuk dibagi.

Santa Teresa dari India mengatakan: Do something beautiful for God. Do it with your life. Do it everyday. Do it in your way. But DO IT. Lakukanlah sesuatu yang indah untuk Allah. Lakukan itu dengan hidupmu. Lakukan itu setiap hari. Lakukan itu dengan caramu. Tapi lakukan itu!!

Martin Luther mengatakan: “Orang yang memberikan hatinya untuk Tuhan, juga akan memberikan dompetnya.” Jika hati sudah terbuka untuk berbagi, maka tak sulit bagi tangan untuk melaksanakannya.

Dalam hati setiap orang Kristen harus ada keinginan untuk memberi. Kalau tidak, dia akan pergi dengan membawa kesedihan seperti pemuda kaya itu. Kebahagiaan lebih penting daripada kekayaan.

Salam hangat dari Biara Santo Alfonsus-Konventu Redemptoris Weetebula, Sumba, NTT)