KURBAN SEJATI

April 1, 2021


Hampir semua agama mengenal kurban (“sacrifice”). Secara umum, kurban dipahami sebagai sesuatu yang dipersembahkan untuk memperoleh sesuatu yang jauh lebih besar. Misalnya, mengurbankan seekor domba untuk memperoleh keselamatan bagi seluruh bangsa.

Umat Israel juga mengenal kurban. Mereka mempersembahkan domba paskah. Tuhan Allah meminta mereka menyembelih domba atau kambing yang dimakan dagingnya dan darahnya mesti dioleskan pada jenang pintu sebagai tanda agar dilepaskan dari hukuman. Domba yang hanya seekor hewan itu bisa dikurbankan sebagai tanda bagi diperolehnya keselamatan.

Dalam perkembangannya mereka menyadari bahwa binatang kurban dari pihak manusia saja tidak mampu menghapus dosa. Tidak seutuhnya membawa keselamatan. Hanya bila dilengkapi dengan kurban yang datang dari Allah, secara sempurna kurban itu dapat menghapus dosa.

Santo Paulus menegaskan bahwa Tuhan menyediakan tubuh dan darah Sang Anak Domba Allah sebagai kurban sempurna bagi penyelamatan umat manusia. Kurban itu dipersembahkan sekali dan berlaku selamanya. Berlangsung dalam perjamuan malam terakhir dan digenapi di atas kayu salib. Umat diajak untuk menghayati penghadirannya dalam sakramen ekaristi.

Dalam sakramen itu, bukan hanya kurban Anak Domba Allah yang dihadirkan, tetapi juga kenangan akan kasih-Nya yang sampai sehabis-habisnya. Itulah kasih Allah kepada manusia. Tanpa batas, tanpa syarat. Berlaku pada seluruh umat manusia.

Pada malam terakhir sebelum menyerahkan tubuh dan darah-Nya, Sang Anak Domba Allah juga menyatakan kasih-Nya dengan membasuh kaki para murid-Nya. Dengan itu Dia merendahkan Diri di depan mereka agar para murid-Nya melakukan hal serupa. Artinya, melayani sesama dalam semangat kasih, pengorbanan dan kerendahan hati.

Memang, hidup ini memerlukan kasih; dan kasih itu saudari kembar dari kurban. Tanpa kasih dan kurban hidup tetap jauh dari sempurna. Faktanya, menghayati kasih dan kurban selalu menjadi tantangan. Hanya dengan mengandalkan daya manusiawi belaka sulit mewujudkannya hingga sungguh berhasil guna.

Kurban dari manusia memang diperlukan. Namun kurban yang dari bawah dan terbatas itu perlu disempurnakan dengan kurban yang berasal dari atas; dari Tuhan, yakni rahmat. Dengan demikian kurban manusia akan menjadi paripurna dan sempurna; ikut menjadi kurban sejati.

Kamis Putih, 1 April 2021
RP Albertus Herwanta, O. Carm.