dr. Euginia Natalia Bato, Dokter Merangkap Supir Ambulans

July 23, 2020

SHALOMJKT.COM, Sumba — Kalau kita menyendengkan telinga pada suara batin para dokter yang melayani di kota dan di desa, kita akan mendapatkan kisah yang khas dari masing-masing mereka. Pun dalam masa pandemik korona ini. Cerita perjuangan para dokter di perkotaan sudah banyak kita dengar, lalu bagaimana perjuangan  dokter yang melayani di desa, di pelosok Indonesia yang serba kekurangan fasilitas.

Adalah Euginia Natalia Bato, seorang dokter belia yang melayani di Puskesmas Bilacenge, Kecamatan Kodi Utara, Kabupaten Sumba Barat Daya, NTT.

Ketika Covid-19 merebak di mana-mana, ia sangat was-was, sebab tidak memiliki peralatan untuk melindungi diri dari paparan Covid-19. Bahkan masker di Puskesmasnya habis. Rasa was-was makin terasa ketika harus memantau sejumlah orang yang mengalami batuk, pilek, panas. Gejala-gejala ini biasa dialami masyarakat di wilayah pelayanannya yang memang acap menderita ISPA, malaria dan batuk pilek.

Sebagai dokter yang telah disumpah, dr. Eugin tidak bisa lepas tangan “hanya” gara-gara keterbatasan peralatan atau perlengkapan. “Saat menghadapi pasien ODP pertama, jelas sebagai manusia saya takut, apalagi tidak punya APD, namun saya tidak bisa mundur lagi, harus maju dengan segala sesuatu yang bisa diberdayakan dan saya percaya bahwa semuanya akan baik-baik saja. Kalau saya mundur, pasti teman-teman saya yang lain seperti perawat dan lainnya juga akan mundur. Lantas siapa yang akan menolong masyarakat kami? Puji Tuhan sampai saat ini belum ada ‘kasus positif’, dan semoga tidak akan ada yang positif,” ucapnya ketika tempusDei.id menghubunginya pada 17/4.

Ketika APD bantuan datang, dan ternyata hanya satu, tidak pilihan lain selain harus pergi seorang diri mengunjungi ODP dan harus menyetir ambulans sendiri pula. “Tidak bis tidak, harus menyetir dan berangkat sendirian. Saya tidak mau teman yang tidak ber-APD tertular, andai ODP positif,” ujarnya.

Jalan yang ia lewati pun sepi. Biasanya, siapa pun yang melewati jalan tersebut harus ekstra hati-hati. Namun karena semangat melayani dan keyakinan yang kuat, dokter yang juga alumni SMA Santo Thomas Weetebula, Sumba ini tetap melayani dengan semangat dan gembira. “Saya tidak takut, karena saya yakin orang Kodi baik-baik dan Tuhan melindungi saya. Sejauh ini saya belum pernah dapat gangguan,” ujarnya semangat.

Eugin bersyukur, oleh bantuan kerabat dan sahabat, kini ia dan beberapa petugas sudah memiliki APD.

Saat ini di Puskesmas, dr. Eugin sedang memantau 91 OAR (Orang dari Area Risiko atau zona merah), 5 ODP. Belum ada PDP. “Yang kami pantau selain pemeriksaan klinis, kami juga bekerja sama dengan laboran dari RSUD untuk melakukan rapid test pada semua ODP sebanyak 3 kali pemeriksaan, yakni hari pertama, hari ke-10 dan hari ke-14,” jelasnya.

Dalam menjalankan tugasnya, dr. Eugin sering berhadapan dengan masyarakat yang tingkat kepatuhan terhadap anjuran untuk isolasi diri sangat rendah. Ia pun pernah mengalami penolakan ketika beberapa kali melakukan kunjungan rumah. “Ada yang tidak menerima dengan baik, bahkan ada yang melawan, karena menganggap korona ini aib. Warga takut dianggap penyakitan. Namun setelah kami jelaskan baik-baik dan lakukan pendekatan akhirnya warga mulai menerima,” jelasnya.

Selain berharap tidak ada masyarakat yang terjangkit korona, dr. Eugin meminta kesadaran masyarakat untuk patuh pada anjuran-anjuran yang ada demi keselamatan bersama. “Siapa pun akan kena kalau kita tidak berusaha bersama-sama,” tambah Eugin.

“Kami akan tetap dan terus melayani serta mengajak seluruh masyarakat untuk melakukan upaya pencegahan karena kunci pemutusan rantai penyebaran ada di masyarakat,” ujarnya.

Untuk tujuan memutus rantai tersebut, dokter Eugin dan kawan-kawan bekerja sama dengan Pemerintah Desa dan Kecamatan yang telah membuat posko di masing-masing Desa dan Kecamatan. “Hal ini sangat membantu kami mendata orang-orang yang baru pulang dari zona merah. Mari bekerjasama. Kita pasti berhasil,” pungkasnya optimistis. (tD)