CAHAYA KASIH

December 29, 2020

Oleh Romo Albert Herwanta, O. Carm


Orang bersyukur memiliki dua mata yang normal dan bisa melihat secara baik. Mata dapat memandang pelbagai objek secara lebih baik berkat bantuan alat. Mikroskop membantu melihat objek-objek amat kecil yang tak dapat dilihat dengan mata telanjang. Teleskop mempermudah mata dalam memandang objek yang amat jauh.

Di atas semua alat itu ada yang selama ini manusia lupakan. Bahwa manusia dapat melihat bukan saja karena kemampuan matanya, terapi berkat cahaya atau terang. Dalam kegelapan orang kehilangan penglihatan.

Terang itu lebih dari sekadar sinar yang memancar. Terang sejati ialah Allah sendiri. Orang-orang yang berada dalam Terang mampu melihat hidup ini dalam keindahannya yang penuh. Terang itu telah datang dan tinggal dalam diri manusia. “Barangsiapa berkata bahwa ia berada dalam terang, tetapi membenci saudaranya, ia berada dalam kegelapan sampai sekarang. Barang siapa mengasihi saudaranya, ia tetap berada dalam terang, dan di dalam dia tidak ada penyesatan” (1 Yoh 2: 9-10).

Objek penglihatan itu meliputi hal-hal material-jasmani dan spiritual-rohani. Orang tidak hanya melihat tubuh sesamanya, tetapi kemanusiaannya juga. Untuk melihat dan mengerti kemanusiaan orang membutuhkan cahaya kasih.

Allah yang menjadi manusia memberikan rahmat cahaya kasih itu. Tidak semua orang dengan mudah menerima dan percaya akan misteri ini. Untuk percaya dan dapat melihat manusia memerlukan Roh Kudus. Simeon adalah salah satu dari orang yang mendapat anugerah itu. Ketika menatang bayi Yesus, dia tidak hanya melihat manusia mungil, melainkan juga memandang Mesias, Sang Penyelamat. Dia berseru kepada Tuhan, “Sekarang, Tuhan, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera, sesuai dengan firman-Mu, sebab mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu, yang telah Engkau sediakan di hadapan segala bangsa, yaitu terang yang menjadi penyataan bagi bangsa-bangsa lain dan menjadi kemuliaan bagi umat-Mu, Israel” (Luk 2:29-32).

Berkat anugerah Roh Kudus Simeon memiliki cahaya-kasih yang membantunya melihat Allah dalam diri manusia. Setiap orang memerlukan berkat yang sama untuk dapat melihat kehadiran Allah dalam dirinya sendiri dan sesamanya.

Di tengah dunia yang diwarnai dengan kegelapan dalam wujud kebencian dan perpecahan ini, umat manusia lebih memerlukan cahaya-kasih itu. Segala kemajuan teknologi yang membuat mata kepala manusia dapat melihat secara luar biasa, manusia juga memerlukan sarana terpenting untuk melihat keilahian dalam setiap manusia. Bahwa manusia itu punya nilai lebih daripada kemanusiaan. Sarana itu adalah cahaya kasih yang datang dan memancar dari Allah, Sang Terang sejati.

Hong Kong, 29 Desember 2020