Antonius Tjahjadi, Tidak Sudi Tinggalkan, Apalagi Menjual Iman walau dalam Deraan Sakit Luar Biasa

October 15, 2020

Kondisi fisik saya saat ini, sebagian telapak pada kedua kaki saya sudah tidak ada karena diamputasi. Hal ini membuat saya tidak leluasa berjalan, tidak bisa berlari. Saya memang bisa berjalan menggunakan sepatu khusus. Jarak tempuh 500 m bagi saya sudah terlalu jauh sehingga harus berhenti. Saya juga menggunakan kursi roda. Ginjal yang sekarang saya miliki pun adalah ginjal cangkokan akibat gagal ginjal yang saya alami. Saya sendiri tidak menyangka akan mengalami semua ini.

Boleh dikatakan, dalam lima tahun terakhir ini saya sangat akrab dengan berbagai rumah sakit. Coba bayangkan, selama lima tahun ini saya 19 kali check in atau opname, 13 kali operasi, 3 kali masuk ICU dan dibantu dengan alat pernafasan. Dari 3 kali masuk ICU itu, 2 kali alami status code blue, ini pertanda bahwa nyawa dari pasien sedang terancam atau sudah di ujung pengharapan. Sangat jarang pasien yang dalam status code blue selamat. Dari dua kali code blue itu, satu kali menggunakan alat kejut jantung.

Mengalami sakit dan riwayat perawatan yang sedemikian “mencengangkan” tersebut, banyak orang kasihan atau jatuh hati kepada saya. Ada juga yang mengatakan, barangkali karena saya terkena karma oleh karena masa lalu saya yang kurang bagus.

 Ada dua orang teman yang sangat sayang dan juga kasihan sama saya. Kata yang satu, “Maaf, ya…. Boleh nggak saya sarankan untuk bayar karma. Kamu lepas binatang… Jangan-jangan di masa lalu kamu ada kesalahan”.

Tapi pada waktu itu, saya berpegang pada iman saya. Saya bilang, nggak. Saya katakan bahwa ajaran iman saya tidak mengajarkan hal-hal seperti itu. Saya katakan, apa pun yang saya alami, iu pasti merupakan kasih Tuhan. Tuhan pasti punya rencana baik pada saya dan saya mau percaya itu. Saya bilang, saya nggak percaya dengan karma karena iman saya tidak mengajarkan begitu.

Kalau “karma” akibat saya tidak jaga pola makan sehingga menyebabkan saya sakit, iya betul. Tapi kalau katakana, Tuhan menghukum saya, saya tidak percaya.

Tidak lama berselang, seorang teman saya yang tinggal di Singapura telepon saya dan mengaku mendoakan saya. Saya sangat senang didoakan karena saya benar-benar percaya kekuatan doa. Bagi saya, Tuhan itu baik setiap saat. Saya selalu minta orang mendoakan saya karena pengalaman saya tentang doa sangat banyak. Doa mendatangkan mukjizat dan saya sangat percaya itu.

Kawan saya itu tanya, kamu mau sembuh nggak? Tentu saja saya jawab, iya. Dia suruh saya untuk baptis selam. Sesudah itu, pasti sembuh, katanya. Saya katakan, saya sudah dibaptis. Katanya lagi, baptisanmu nggak sah! Saya katakan, air di mana saja, entah di kolam atau di mana, banyak atau sedikit, itu sarana saja. Setahu saya, baptisan itu dalam nama Bapa, Putra dan Roh Kudus. Dengan begitu, saya sah jadi anak Tuhan.

Saya dengan serius katakan, saya tidak pernah akan mengingkari dan menjual iman saya. Saya tidak perlu yang lain-lain. Saya anak Tuhan karena sudah dibaptis dalam nama Bapa, Putra dan Roh Kudus.

Saya pun katakan, ketika Yesus di salib, kepada penjahat di sampingNya, Dia katakan, “Pada hari ini juga engkau bersama Aku di Taman Firdaus.” Penjahat itu nggak dibaptis selam, bahkan nggak dibaptis”.  Lalu katanya, susah nih omong sama lu!

Muasal Sakit

Tentu Anda bertanya, bagaimana ceritanya saya alami sakit dan jalan kesembuhan yang “mencengangkan”? Begini kisahnya.

Awalnya saya hanya mau ngecek kesehatan di Rumah Sakit karena HB saya drop pada 2014. Saat itu kata dokter, mending di RS saja biar bisa diobservasi. Pada waktu itu saya memang dalam proses akan cangkok ginjal.

Karena rupanya benar-benar drop sehingga masuk ICU. Ketika sadar saya lihat dokter, perawat dan saudara-saudara saya. Saya dengar dokter katakan ke istri saya, “Ajak bapak ngobrol. Bapak jangan tidur!”  Langsung otak saya berpikir, duh saya ada problem serius nih! Belakangan saya tahu bahwa saya menjalani perawatan di ICU selama empat hari.

Hasil observasi, SGOT dan SGTP  3 kali lipat aja, sudah berat. Hasil SGOT saya 100 kali lipat dari angka normal. SGOT dan SGTP adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui seberapa baik fungsi hati dan organ lainnya. Saat itu, badan saya benar-benar kuning.

          Bagaimana saya bisa mengalami sakit tersebut? Saya dilahirkan dari keluarga sederhana. Mau makan susah, mau apa-apa susah. Saya kemudian punya cita-cita dan macam-macam keinginan. Waktu kehidupan sudah lebih baik, saya “balas dendam”. Makannya gila-gilaan. Makan-makan buffet di hotel, minum coca cola, sprite, teh botol, makan kue-kue yang manis dan segala macam. Semuanya saya konsumsi secara berlebihan. Kadang-kadang istri saya minta sedikit, saya nggak kasih. Saya suruh beli karena saya mau banyak. Sementara itu,  saya tidak pernah olah raga. Saya sudah daftar fitness untuk setahun, tapi saya masuk fitness itu beberapa kali hanya buat mandi.

Pada Maret 2014 (44 tahun) saya check up di Kualalumpur, angkanya merah semua. Angkanya rusak semua. Dokter perkirakan saya bermasalah di jantung. Dokter tawarkan untuk periksa jantung, saya nggak ada waktu karena sudah harus pulang. Waktu itu saya jalan-jalan bersama teman-teman ke Kualalumpur.

Saya disuruh balik 6 bulan kemudian untuk periksa jantung. Ketika saya check up, diperkirakan ada penyumbatan. Disuruh pasang cincin, saya gak mau. Saya maunya dipasang di Jakarta agar nggak susah cari makanan. Pikir saya, kalau saya susah makan di rumah sakit, saya bisa beli di mana gitu.

Dikhianati Teman, Diteguhkan Keluarga

Antonius di antara keluarga yang terus mendukungnya

Sedang dalam pemulihan dari sakit, tahun 2016 saya terpuruk, benar-benar terpuruk. Bukan karena kesalahan pananganan kesehatan, juga bukan karena kesulitan keuangan untuk membayar biaya pengobatan, apalagi bukan karena masalah keluarga sebab keluarga kecil dan keluarga besar sangat menyayangi saya. Lantas, kenapa? Pada waktu itu saya dikhianati 3 orang teman dekat. Bisnis saya mereka ambil secara diam-diam. Mereka ambil tim saya di Prudential dan dipindahkan ke arusansi lain.

Mengetahui saya dikhianati, saya shock berat. Saya benar-benar drop. Saya gak bisa tidur, lalu mulai tak makan bisa makan minum. Setiap kali makan dan minum muntah.

Melihat keadaan saya, saudara-saudara dan istri anjurkan saya untuk segera ke RS. Dan kemudian gagal ginjal parah. Saya baru ngerti kenapa parah, karena musuh ginjal adalah dehidrasi. Indikator memang sudah di bawah normal, ditambah dengan tak ada makanan dan minuman yang masuk.

Dikhianati seperti itu rasanya pedih dan sakit sekali. Namun saya berusaha menjadi murid Kristus yang baik. Walau tidak mudah saya berusaha untuk mengampuni. Saya teringat Yudas seorang bendahara yang sangat dipercaya, ternyata mengkhianati Yesus. Petrus bisa menyangkal Yesus 3 kali, tapi dia bertobat dan kembali lagi. Thomas lihat lubang pada tangan kaki Tuhan baru percaya. Untungnya saya langsung berkaca pada itu. Saya juga berkata pada diri sendiri, Tuhan Yesus yang gak berdosa, yang begitu baik saja bisa dikhianati, apalagi saya.

Pengalaman tersebut mendekatkan saya pada Tuhan. Saya yakin, Tuhan mau saya lebih dekat lagi denganNya. Ada yang tanya, Anton setelah kamu mengalami seperti ini, kamu pernah nggak menghujat? Dengan jujur saya katakan: tidak pernah ada 1 % pun keluhan “ya Tuhan kenapa aku?”. Kalau penyesalan, iya ada. Justru sekarang saya selalu bilang: Tuhan dengan pengalaman begini saya semakin bersyukur. Saya selalu katakan dalam doa: saya mau dipakai jadi saluran berkat bagi semua orang.

Saat saya dirawat sampai sekarang, dalam urusan penghasilan, saya sama sekali tidak ada masalah. Saya selalu mencapai target. Ada saja yang kunjungi lalu nyatakan mau masuk asuransi. Kan Tuhan sudah katakan, nggak perlu khawatir. Kesusahan hari ini cukuplah untuk hari ini, besok ada kesusahan sendiri.

Seperti dikisahkan Antonius Tjahjadi, Agency Director Prudential, umat Paroki Santo Laurensius, BSD, kepada ShalomJKT